Pages

Pages - Menu

Rabu, 04 September 2013

Perkembangan industri Musik di Era Internet

kaset atau cassette
Saat ini kaset atau cassette --berasal dari Bahasa Perancis yang artinya "kota kecil"--  semakin langka. Eksistensinya tergilas oleh kehadiran alat putar musik berteknologi digital. Bahkan alat putar lainnya, yaitu CD (Compact Disk) pun kini mulai bernasib serupa.

Kaset sempat mengalami masa kejayaan di tahun 1970-an hingga pertengahan 1990an, Sedangkan CD menyusul setelah pertama kali di perkenalkan pada November 1984. Keduanya lalu menjadi tren luar biasa yang mempengaruhi banyak orang, sebelum akhirnya sekarat di era 2000an.

Teknologi pemutar lagu berupa fisik saat ini mengalami penurunan penjualan yang signifikan. Selain karena pembajakan gila-gilaan yang berdampak pada royalti musisi dan perusahaan rekaman, juga karena memang bentuk dan kapasitasnya yang tidak efisien untuk ukuran zaman sekarang. Akibatnya, saat ini kaset lebih banyak menjadi koleksi benda antik.

Di era digital informasi, perubahan sangat dirasakan oleh industri musik. Dilihat dari aspek bisnis, musik masih menjadi lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Penjualannya pun secara teori bisa dilakukan dengan lebih mudah melalui internet. Seperti statement dari chairman IFPI “Terimakasih atas kehebatan teknologi internet. Distribusi musik yang tadinya sulit, dengan adanya internet dapat lebih mudah menjangkau fans yang lebih luas,” ujarnya.

Dibandingkan dengan masa awal perkembangan musik Indonesia, perbedaannya sangatlah jauh. Bagi industri musik, internet bisa membawa peluang baru yang bisa membawa keuntungan lebih besar atau ‘bencana’ yang akan menggerogoti asetnya.

Era media dikelompokkan menjadi lima periode, yaitu oral age, scribal age, print age, electric age, dan digital age. Di era digital, industri musik bisa lebih mudah menjual produknya ke konsumen. Saat periode electric age, distributor masih menggunakan kaset, CD, atau DVD. Sedangkan saat ini mereka hanya menjual musik dalam format digital.

Untuk mendapatkan musik, Anda bisa mengaksesnya melalui iTunes (yang saat ini melayani 119 negara). Dilansir DailySocial blog, pengguna iTunes di Indonesia bisa membeli lagu dan film favorit dengan harga berkisar Rp. 5000 – 7000 untuk 1 lagu, dan  Rp 45.000 – 65.000 untuk konten album.


Selain iTunes, layanan musik 7Digital juga berekspansi untuk melayani 37 negara di seluruh dunia. Spotify, WiMP, dan Deezer juga cukup aktif mempromosikan layanan sejenis. Sistem transaksi yang populer saat ini adalah dengan full download ala iTunes. Alternatifnya yaitu skema streaming dengan biaya bulanan ala Spotify dan Deezer.

Di Indonesia, layanan Deezer dapat dinikmati dengan biaya langganan $5.99 per bulan untuk bisa menikmati seluruh lagu. Layanan ini juga memungkinkan pengguna untuk men-download. Sehingga dapat dinikmati secara offline. Deezer mulai populer di Indonesia sejak Oktober 2012 lalu.

Meskipun maju secara teknologi distribusi dan media penyimpanan, namun banyak pengamat menilai kehadiran teknologi musik digital justru berdampak negatif dari sisi industri dan kualitas, khususnya bagi rilisan album. Kecenderungan membeli konten musik secara eceran atau single, membuat musisi enggan untuk merilis full album.

Ditambah lagi dengan kehadiran Exfm, SoundCloud dan Youtube yang saat ini sangat umum digunakan oleh penikmat musik untuk menemukan lagu-lagu dengan genre terbaru. Tidak perlu bersusah payah dan mengeluarkan uang untuk mencari lagu terbaru dari belahan dunia lain dengan adanya discovery platform seperti YouTube.

 

Perubahan apapun pasti membawa konsekuensi tersendiri baik dampak negatif atau positif. Internet adalah penemuan yang sangat revolusioner dan mampu mengubah industri musik dengan cepat. Penjualan konten digital melalui internet tentu jauh lebih murah dan cepat dibandingkan penjualan konvensional.

Keuntungan bisa didapat dengan lebih cepat karena konten digital lebih mudah diperbanyak. Namun, internet juga mengancam industri musik. Internet menyediakan kebebasan bagi penggunanya untuk berbagi informasi dan konten digital sekaligus. Hak cipta tentu saja semakin kehilangan kekuatannya.

Sebagai konsekuensinya, pembajakan konten di era digital malah meningkat tajam. Jika Anda mencari judul lagu tertentu di Google, hanya dalam hitungan detik Anda sudah bisa menemukan lagu tersebut. Setelah itu, lagu bisa didownload dengan mudah. Meningkatnya jumlah download file ilegal adalah kepastian yang harus dihadapi industri musik.

Di era internet ini, industri musik dituntut untuk lebih kreatif dalam memproduksi konten digital. Penjualan konten tersebut biasanya menemui banyak kendala karena pengguna internet lebih suka mendapatnya di tempat download file gratis. Meskipun pembajakan meningkat, industri musik masih terus berkembang pesat. Kreativitaslah yang menentukan kesuksesannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar